Assalamulaikum
wr.wb
kali ini
saya akan berbagi pengetahuan saya tentang konflik dalam diri (konflik batin)
Konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (kelompok), dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak hanya dalam kelompok konflik juga dapat terjadi pada diri sendiri (individu). Konflik yang terjadi pada diri sendiri sering kita sebut dengan konflik batin.
Konflik batin terjadi karena pengingkaran janji yang telah di buat oleh diri orang yang bersangkutan, dan juga karena memutuskan suatu pendapat dalam dua kondisi.
Kita pasti pernah dihadapkan pada kondisi seperti ini. Sebagai contoh misalnya ketika ada seorang teman ataupun sepupu yang sangat pintar dan sering memberi nasehat kepada kita, namun perilakunya sendiri tidak mencerminkan nasehat yang ia berikan, bukankah itu menjengkelkan, terlebih lagi ia lebih muda dari pada kita.
Contoh lain misalnya ketika mahasiswa mendapatkan hari libur, di satu sisi ia ingin bersantai di sisi yang lain ia memikirkan banyak tugas. Dalam keadaan seperti itu pasti mahasiswa itu akan mengalami konflik batin pada dirinya. Menurut pendapat saya solusi dalam konflik tersebut adalah memikirkan kembali mana yang lebih penting dari kedua hal penting tersebut. Tugas adalah hal yang utama dalam perkuliahan, jadi lebih baik kita mengerjakan tugas terlebih dahulu kan. Tidak apa apa kan, bila hari libur kita tersita satu hari untuk mengerjakan tugas, kan ada pepatah mengatakan “Bersakit-Sakit Dahulu, Bersenang-Senang Kemudian”.
Hahaha... kalau boleh jujur, mahasiswa contoh di atas adalah saya (^_^).
Strategi Menyelsaikan Konflik Dalam Diri
Seperti yang dikemukakan John Locke dan dikuatkan oleh para psikolog behaviorisme. Perilaku manusia merupakan hasil dari adaptasi terhadap stimulasi lingkungan. Ketika kita menerima suatu tekanan dan mengatasinya dengan suatu cara tertentu. Maka, individu akan mempelajari tekanan dan hasil dari caranya tersebut. Seperti saat kita sering dipotong pembicaraanya oleh seseorang. Ada beberapa respon yang mungkin terjadi: Diam dan menyimpulkan atau berlaku asertif.
Orang yang hanya diam biasanya akan memendam perasaan negatif. Pada ujungnya ia tidak mau lagi terlibat dengan orang tersebut. Ini bisa menjadi awal dari pengucilan diri secara sosial. Ketimbang berbicara di belakang dan mendiamkan. Lebih baik kita bersikap spontan dan jujur pada saat omongan itu dipotong. katakan, “Maaf, ini masih waktu saya untuk berbicara. Jadi, mohon dihormati!” ini akan terdengar lebih langsung dan jujur (asertif). Sehingga orang akan belajar bahwa perbuatanya salah dan mulai menghargai kita.
Perilaku memendam perasaan negatif akan merusak silaturahmi. Sehingga tiap kali bertemu si biang kerok pikiran kita, yang membuat kita konflik batin dan bisa stres. Tapi, apabila memang orang itu sudah sifatnya begitu. Maka, terimalah sebagai suatu yang wajar! Karena ini akan membantu mengantisipasi stres. Kemampuan menangani stres dan konflik juga bergantung pada kualitas diri seseorang. Individu yang rendah diri akan sensitif sekali terhadap penilaian orang. Sedikit saja kritikan akan membuat mereka merasa tak berguna.
Pernahkah anda mendengar kalimat “Aku tidak peduli mereka mau bilang apa”? Jika memang tidak peduli, kenapa dikatakan? Orang-orang ini amat tersakiti oleh pendapat masyarakat terhadap diri mereka. Maka, mereka berusaha melakukan penyangkalan (denial). Hal ini juga termasuk dalam cara untuk mengatasi kecemasan dan stres (defense mechanism). Tapi hal itu justru akan menciptakan jarak emosional.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Semua orang menganggap dirinya unik dan istimewa. Kelima panca indera hanya mampu menangkap rangsangan dari luar dan tidak ada yang menerima rangsangan dari dalam. Kombinasi dua hal ini dapat membuat orang tidak mengenali dirinya sendiri—sekalipun sudah berkaca. Mereka akan tetap berkutat dalam identitas yang mereka bangun sendiri. Hal ini akan memicu perilaku manipulatif. Senyum pada orang padahal jaga jarak. Memberi selamat padahal menyumpah-serapah. Rendah diri tapi menampilkan dirinya besar, penting, dan artistik.
Mengikuti tes psikologi dan berkonsultasi pada konselor, psikolog, atau profesional lainya akan membantu menguraikan masalah. Sehingga kita bisa mengetahui mana yang benar dari pendapat orang dan mana yang salah dari pikiran kita.
Banyak lagi jenis masalah yang lain saat kita memiliki konflik dan kecemasan. Berikut ada beberapa jenis terapi dalam teori psikologi belajar: (1) Pemaparan bertahap; (2) rekonstruksi pikiran; (3) flooding ; (4) terapi kognitif.
Contohnya kecemasan saat akan memulai percakapan dengan orang asing. Ada yang menganjurkan untuk tidak sembarangan mengobrol dengan orang yang tidak dikenal. Tapi, di satu sisi kita sedang membutuhkan teman bicara. Sebelum ngobrol pastinya sudah ada bayangan menakutkan di otak.
Pada terapi pemaparan bertahap, individu dihadapkan pada sumber kecemasanya secara bertahap—dari ringan sampai ke yang paling berat. Contoh:
- Pertama kita hanya harus menyapa, selanjutnya berjabat tangan, meningkat jadi basa-basi, dan terakhir melakukan percakapan panjang. Individu akan dibuat percaya bahwa dirinya mampu.
- Kedua adalah terapi rekonstruksi pikiran, di sini kita harus merubah pola pikir (mind set) terhadap suatu hal. Sehingga membuat kecemasan jadi tidak begitu mengancam. Seperti saat seorang gugup di depan cewek. Tapi, ia pernah membaca bahwa cewek rela menderita demi terlihat cantik. Ini yang membuat ia kini berpikir “Mengapa harus takut pada orang yang takut penampilanya dinilai orang”. Karena sayalah yang menilai mereka dan bukan sebaliknya.
- Ketiga adalah terapi flooding, di sini individu dihadapkan pada sesuatu yang paling ditakutinya dan dikondisikan sedemikian rupa sehingga ia terpaksa menghadapinya. Contoh: Dalam suatu grup, semua teman anda berani mengajak kenalan cewek. Karena takut diolok-olok dan dicap pengecut. Mau tak mau anda akan menghadapinya.
- Keempat adalah terapi kognitif, di sini individu harus mengoreksi keyakinan-keyakinanya yang salah tentang sumber kecemasan. Terapi ini membantu anda untuk mengenali cacat logis. Terapi kognitif lebih efektif jika dibantu oleh seorang profesional. Karena mereka dapat memberikan alternatif pemikiran—yang lebih bijaksana. Sehingga dapat membantu kita dalam belajar menghadapi sumber kecemasan.
Terima kasih telah menyimak..
No comments:
Post a Comment